Kamis, 21 November 2013

cerpen remaja




                                                                                                                     Kena Batunya
Playboy. Mungkin itulah yang pantas dikatakan untuk kakakku tersayang. Seorang yang sombong, belagu, cerewat dan sok manis kepada semua orang. Mungkin begitu menjengkelkan namun dia adalah orang aneh bin ajaib. Arjuna Bima Hutama, seperti namanya dia adalah seorang pemuda yang memiliki wajah yang amat tampan, dada bidang, otot kekar, dan digilai oleh semua wanita di kampusnya.
Bayangin wanita mana yang nggak ngiler sama orang kaya dia. Kalo nggak ingat aku adik kandungnya udah aku gaet dia. Dengan sifat yang romantis, suka nggombal, dan penuh perhatian. Dia bahkan bisa menarik perhatian anak bupati sekalipun.
“Anjani, adikku sayang. Bantuin kakakmu yang paling keren dan tampan se-Indonesia ini donk, cariin kakak cewek yang geulis pisan. Anjani cantik deh, janji pokoknya nanti kalau dapat yang cewek kakak harapin. Kakak bakal nurutin semua kemauan kamu.” Pintanya dengan gombal jurus andalannya yang pasti bakal di langgarnya jika sudah mendapatkan yang diharapin. Akhirnya aku pasti akan ditelantarkan dengan janji palsu.
Yah. .begitulah caranya membujukku untuk mencarikan selingkuhan atau teman cewek untuk bermain. Baginya pacaran hanyalah mencari kesenangan semata, Having Fun. Bener laki-laki yang menyebalkan, pemberi harapan palsu, dan merupakan racun dunia yang perlu dibinasakan.
Nggak di kampus, di jalan, di mall dan dimanapun selalu aja godain dan nggombalin cewek. Sudah ribuan cewek menjadi korbannya. Di tampar, dipukul, dihina, bahkan di hajar habis-habisan sudah diterima kakak karena ceweknya yang nggak terima disakitan atau dihianatinya. Benar-benar kasihan, tapi biarlah. Biar menjadi ganjaran untuk dia agar nggak seenaknya mainin perasaan wanita. Tapi tetap saja nggak bisa membuat kakak berhenti.
Berulang kali, aku nasehati kakak namun nggak pernah digubris. Ayah Ibupun juga selalu menasehati dan mengingatkannya bahwa perbuatannya yang suka gonta-ganti dan nyakitin wanita itu nggak baik. Emang dasar kepala batu, udah dibilangin tetap saja ngeyel. Semua nasehat cuma masuk telinga kanan keluar telinga kiri. Nggak pernah didengerin dan dikerjakan.
Tapi ada yang aneh, kakak yang dulunya suka godain cewek sana sini sekarang diam aja begitu lihat cewek seksi nan cantik yang sedang ngalor-ngidul lewatin kami. Aku merasa karena dia hanya lagi Bad Mood saja.
Namun, kakak berubah. Sekarang dia nggak lagi ngrayu minta aku buat nyariin cewek kalau dia kehabisan stock. Malah sekarang aku nggak pernah lihat dia keluar malam buat tongkronging cewek-cewek, nggak lagi nggombal-nggombal di depan temen-temen aku, nggak lagi suka tebar pesona. Dan yang lebih buat aku heran,sekarang dia alim banget. Pakaiannya lebih dewasa dan sok serius padahal dulu sok metropolis. Stylenya juga kaku abis, nggak mecing sama mukanya.
Padahal style adalah nomor satu di setiap kegiatannya bahkan dalam kehidupannya. Selalu tampil menarik dan ganteng adalah yang paling utama. Selera pakaian dan modenya pun nggak kalah sama Kyuhyun personil super junior idolaku.
“Wuiss..sok dewasa banget nih sekarang. Bajunya, sepatunya terlalu serius banget sih! Apa modenya sekarang kaya gitu sih?” Tanyaku sambil ngeledek .
“Nggak. Mode sekarang untuk cowok dewasa tidak terlalu seserius ini.” Jawabnya enteng.
“Terus? Kenapa pakai kaya gini. Oh aku tahu, biar mengundang perhatian cewek-cewek kan!” tebakku sekenanya.
“Nggak juga. Hanya ingin ganti style saja.” Jawabnya lalu pergi ninggalin aku. Takut kalau aku korek-korek lagi sepertinya.
Tapi, jujur aku masih sangat penasaran dengan perubahan kakakku. Tak hanya sikap, pikiran, gaya bahasanya pun berubah. Yang dulunya selalu rempong kalau jawab pertanyaan pakai muter-muter dulu Jakarta-Bandung, sekarang jawabnya singkat, padat, jelas, enteng, dan penuh keyakinan. Ada apa dengan cowok ini ya?
Apa! Kakak nolak di ajak jalan sama Kirana. Kirana sang primadona sekolahku yang cantik jelita, tajir, perfect dan dia kejar-kejar dulu. Oh My God. 
“Kakak kamu belagu banget sih. Dulu ngikutin aku kemanapun aku pergi, selalu nguntitin pantatku. Kenapa sekarang sombong gitu?” Tanyanya padaku saat bertemu disekolah dengan penuh kekesalan.
“Meneketehe. Lagi sarap tuh orang! Gue aja juga bingung dengan sikapnya sekarang yang berubah 190 derajat.” Jawabku sok keren.
“180 derajat kali. Pasti dia kemaren habis kejedot tembok Berlin deh.”
“Kalau 180 derajat itu kurang makanya aku tambahkan 10 derajat. Sejak kapan tembok Berlin nongkrong di indonesia. Tapi loe tenang aja gue bakal cari penyebab kakak gue jadi agak sinting.” Kataku menenangkan hati Kirana, padahal hatiku juga sama seperti dia. Gak tahu, gak percaya, dan gak mengira kalau kakak gue jadi seperti itu.
Gue jedot-jedotin kepala di tembok..ah sakit.
Gue cubit pipi yang unyu ini.. ah sakit.
Ternyata nggak mimpi, kakak gue shalat. Alhamdulillah, ini bener-bener mukjizat yang bener-bener luar biasa. Nggak terasa air mata gue deres bikin air menggenang di depan pintu kamar kakak gue. Apa yang terjadi? Kenapa kakak bisa berubah dengan tiba-tiba?
Usut punya usut ternyata kakakku Arjuna Bima Hutama yang tersayang walaupun nyebelin sedang jatuh cinta. Dia sedang jatuh cinta dengan mbak Kumairah anak pak haji yang baru aja menyelesaikan kuliahnya di mesir satu bulan yang lalu. Dan cintanya yang satu ini bener-bener tulus dari lubuk hati yang paling dalam.
Namun dayung ternyata nggak bersambut. Cinta kakak yang bener-bener tulus ditolaknya, dengan alasan kakak adalah berandalan yang gak punya sopan-santun, tata krama dan karena kakak belum bisa menjadi imam yang baik soalnya nggak pernah shalat.
Makanya kakak sekarang berusaha menjadi orang yang baik, penuh tatakrama, sopan-santun dan menghargai wanita. Mengubah penampilan yang semula bak berandalan kece menjadi seorang laki-laki dewasa yang penuh kewibawaan, ketegasan dan keseriusan.
Namun, setelah kakak berubah cinta kakak tetap tidak diterima. Mbak Kumairah ternyata telah dijodohkan dengan seorang Ustadz jebolan Mesir juga yang kini sedang mengajar di Gontor. Semua harapan kakakku pudar. Hatinya remuk dan tertusuk-tusuk tak karuan.
Dengan air mata yang terus mengalir semakin deras dia mencurahkan semua isi hatinya. Hatiku menjadi pilu dan masih merasa nggak percaya. Aku kasihan kepada kakak yang selama ini selalu menemaniku, ternyata kisah cintanya yang bener tulus dan murni berakhir tragis tak terbalaskan. Aku memeluk erat kakak, kami berdua bak teletubis yang saling berpelukan.
Seorang yang selama ini suka memainkan hati wanita sesukanya dan semaunya. Sekarang harus terpuruk hanya karena seorang wanita yang tertutup dan baru dia kenal sebulan yang lalu. Seorang wanita yang telah berhasil membuatnya sadar berubah menjadi lebih baik.
“Sekarang kakak tahu kan bagaimana rasanya sakit hati karena cinta! Untung nggak nggantung dipohon cabe.” Candaku mencoba mencairkan suasana haru dan tegang yang masih menyelimuti kami.
“Iya deh. Kakak khilaf, sekarang kakak bakal lebih menyayangi dan menghargai perempuan.”
“Termasuk sama adik yang paling cantik dan manis ini kan.” Rayuku.
“Tentu saja. Kakak nggak bakal berhenti untuk selalu menyayangi dan mencintai adik kakak yang satu ini. Yang selalu menguatkan, membatu, dan mensupport kakak ketika sedang terpuruk.” Katanya sambil memelukku erat.
“Syukur deh. Kenapa baru sadar sekarang, kenapa nggak dari dulu saja. Punya adik yang manis nggak boleh disia-siakan donk.” Candaku penuh manja.
“Iya deh maafkan kakak ya Anjani Citra Hutama.” Balasnya sambil mencubit pipiku.
“Maaf terus. Belum lebaran lagi bang.” Jawabku. Membuat aku dan kakak tertawa terbahak-bahak.
Dari kejadian ini ternyata banyak hikmah yang terselip. Kakak menjadi orang yang baik, rajin shalat dan nggak pernah mainin perasaan wanita lagi. Dan yang lebih senang, kakak sekarang lebih dekat dan menyadari punya adik yang paling oke seperti aku ketimbang ngejar-ngejar cewek nggak karuan. Selesai.




Unsur Intrinsik
1.      Tema :
2.      Tokoh dan karakter :
Ø  Arjuna : sombong, belagu, cerewet, sok manis, suka cari perhatian, pantang menyerah.
Ø  Anjani : penyayang,
3.      Latar/setting :
Ø  Tempat : di rumah, di sekolah
Ø  Suasana : penuh penasaran
Ø  Waktu : ketika arjuna mulai menyadari kekeliruannya.
4.      Alur : alur maju
5.      Amanat :
Ø  jangan suka mempermainkan perasaan orang lain.
Ø  Semua perbuatan pasti akan menerima balasannya.
Ø  Jangan mudah putus asa dan selalu berusaha untuk memberikan hasil semaksimal mungkin.
6.      Sudut pandang : orang pertama pelaku utama



Cinta Yang Magis Tak Berakhir Manis
karya : Sonya Lianti Suparno
 
“Aku kangen banget sama kamu, pengin bertemu kamu”. Ucapan Ilham pada boneka Teddy Bear yang diberiakan Tita padanya saat masih kecil dulu.
Setiap hari Ilham selalu berangan-angan bertemu kembali dengan Tita dan menyatukan cinta mereka. Memang sungguh aneh, hanya bertemu sejak kecil dan belum bertemu dengannya setelah besar namun Ilham begitu menyayangi dan mencintainya. Cinta yang amat magis. Dan selama ini pula tak ada seorangpun wanita yang dapat merebut hatinya kecuali Tita.
 Selama ini Ilham selalu berbicara sendiri dengan boneka Teddy Bearnya yang selalu dianggap sebagai Tita. Sudah lama ia tidak berjumpa dengan gadi kecil imut dan manis itu, sekitar 10 tahun yang lalu. Ilham tinggal di Jakarta sedangkan Tita tinggal di Yogyakarta. Mereka bertemu saat masih berumur 10 tahun di Malioboro, saat Tita kehilangan Ibunya, Ilhamlah yang menemani dan membantu Tita menemukan kembali Ibunya.
Begitu indah persahabatan mereka. Banyak hal yang mereka lalui bersama dengan penuh suka cita. Keluarga merekapun turut senang karena melihat mereka yang begitu akrab.
Namun sekarang ia tak pernah bertemu gadis kecil itu setelah neneknya yang tinggal di Yogyakarta meninggal dan dia disibukkan dengan tugas sekolahnya. Mungkin tidak ada yang percaya bahwa selama ini Ilham telah jatuh cinta pada gadis kecil itu, semula ia mengganggap bahwa itu hanyalah cinta monyet yang akan hilang saat ia dewasa, namun ternyata cinta itu tumbuh subur dan selalu berkembang di hati Ilham. Walaupun ia tidak  pernah bertemu dengan Tita namun Tita telah mengisi sepenuh hatinya.
Setiap ia melihat boneka Teddy Bear yang diberikan Tita padanya saat perpisahan mereka, Ilham selau teringat kepada masa lalunya dengan Tita. Namun, Ilham begitu tersiksa dengan rasa kangen yang sangat mendalam kepada cinta monyetnya itu. Maka ia memutuskan untuk ke Yogyakarta menemui Tita.
Sial, sedih, kecewa. Mungkin itulah yang menggambarkan hatinya saat ini. Tita dan keluarganya ternyata sudah pindah dari tempat tinggal yang dulu mereka tempati. Tapi, Ilham tidak begitu saja menyerah. Dia berusaha mencari tempat tinggal Tita yang baru.
Memang kalau jodoh itu tidak kemana. Ilham menemukan Tita saat dia sedang membeli bunga ternyata dia menemukan Tita yang menjadi pemilik toko bunga itu. Namun, Tita tidak mengingat siapa dirinya.
“Tita!!” Teriak Ilham penuh keharuan sambil memeluk Tita dengan eratnya.
Plakkk.. tampar Tita setelah berusaha melepaskan pelukan dari Ilham.
“Apaan sih. Kuarang ajar sekali kamu ini.” Marah Tita.
“Aku I’am. Temen kamu semasa kecil. Apa kamu lupa?” Kata Ilham menjelaskan. Dia memangatakan nama kecilnya, berusaha agar Tita mengingatnya.
“Aku tidak mengenal kamu dan aku juga tidak merasa mempunyai teman kecil bernama I’am”. Bantah Tita dengan kekesalan yang masih terlihat jelas di raut wajahnya.
“Tapi sumpah kamu ini Tita temen aku waktu kecil. Kita pertama kali bertemu di Malioboro. Dan ini Teddy Bear yang kamu kasih ke aku waktu perpisahan.” Jelas Ilham sambil menunjukkan boneka Teddy Bearnya kepada Tita, agar Tita bisa mengingatnya.
“Kamu pasti salah orang, namaku memang Tita tapi aku bukan teman kamu. Dan aku juga tidak merasa mempunyai teman seperti kamu”. Jelas Tita dengan pergi meninggalkan Ilham yang masih penuh dengan kekecewaan.
***
Ilham masih meyakini bahwa perempuan yang tempo hari bertemu dengannya pastilah Tita, sahabatnya waktu kecil. Namun yang membuat Ilham heran Tita tidak mengakuinya. Beribu banyak pertanyaan yang mengganjal di hati Ilham yang tak pernah terjawabkan. Ilham tidak menyerah begitu saja. Setiap hari dia pergi ke Tita’s Flower untuk bertemu dengan Tita. Dia selalu berusaha membuat Tita mengingatnya kembali,
“Ada apa lagi kamu berada di sini. Ingin mengganggu saya lagi??” tanya Tita kesal karena sudah beberapa hari ini Ilham selalu berkunjung ke toko Tita. Awalnya Tita tidak menggambil pusing, namun kehadiran Ilham membuat Tita merasa tidak nyaman.
“Tidak, Aku hanya ingin membeli bunga dan melihatmu saja. Karena dengan melihatmu, hatiku sedikit terobati karena sakit menahan rasa rinduku pada sahabat kecilku.” Kata Ilham dengan wajah memelas.
“Baiklah, karena kamu sepertinya orang yang baik maka aku mau menjadi sahabatmu.” Kata Tita dengan senyum yang mengembang.
“Benarkah??” Teriak Ilham seakan tak percaya dengan apa yang baru saja di katakan oleh Tita.
“Apakah aku terlihat seperti seorang pembohong?” tanya Tita.
“Tidak. Tidak sama sekali” Timpal Ilham dengan senyum kebahagiaan.
Setelah itu mereka terlihat lebih dekat. Hampir setiap hari Ilham mengunjungi Tita. Dia selalu membawakan Tita es krim.
“Kenapa sih kamu selalu membeli es krim rasa strawberi dan coklat. Dan aku selalu yang mendapat rasa strawberi. Aku kan suka yang rasa coklat.” Kata Tita dengan wajah cemberut penuh manja.
“Iya, karena yang coklat buat aku seorang.” Timpal Ilham yang merasa ingin menang sendiri.
“Kamu curang!”
“Biarin.” Kata Ilham yang mulai teringat kembali dengan kenangan masa lalunya. Dimana Ilham yang selalu membelikan Tita es krim dan membawakan bunga matahari kesukaan Tita. Ilham selalu saja membawa es krim rasa strawberi dan coklat, kemudian dia memberikan yang rasa strawberi kepada Tita, dan jika Tita merebut es krimnya maka dia akan berlari membawa kabur es krimnya. Dan setiap Tita bertanya mengapa dia selalu memabawa es krim yang berbeda. Pasti jawabannya karena yang rasa coklat hanya buat dia seorang. Dan pada saat itulah Tita akan cemberut dan marah, namun Ilham selalu mencandainya sehingga tak ada alasan lagi bagi Tita untuk terus kesal pada Ilham.
“Ilham..!” Teriak Tita membuyarkan lamunan Ilham. “Kamu kenapa sih, bengong terus?” Tanya Tita.
“Nggak papa kok. Ayo makan lagi es krimnya.” Ajak Ilham padahal es krim Tita sudah ludes dari tadi.
***
Ilham bendandan dengan rapi untuk menemui Tita. Hari ini dia akan menyataan perasaannya kepada gadis yang selama ini dia cintai itu, walaupun hanya dalam angan-angan dan mimpi Ilham. Namun perasaanya untuk Tita adalah nyata. Tidak lupa juga Ilham membawakan bunga matahari dan es krim kesukaan Tita.
Namun semuanya sungguh pahit. Ketika Ilham sampai di Tita’s Flower, dia menemukan Tita dengan seorang laki-laki. Mereka sungguh sangat mesra. Ketika itu Tita menyadari kedatangan Ilham langsung memanggil Ilham dan mengenalkannya dengan laki-laki yang sedang bersamanya.
“Ilham kenalkan ini Benito, tunanganku. Ben kenalkan ini Ilham, sahabatku.” Kata Tita yang memperkenalkan keduanya. Merekapun saling bersalaman.
Ilham kaget tak percaya. Seketika hatinya terasa sakit tercabik-cabik dan semua itu karena Tita. Benito yang merasa bahwa Ilham menyukai kekasihnya itu langsung mengajak Ilham untuk berbica kerdua.
“Hai bung, gue minta sama loe jangan ganggu kekasih gue.” Kata Benito dengan sangat angkuh.
“Memangnya kenapa? Toh kalian belum menikah. Jadi masih ada kesempatan untukku mengambil hatinya Tita.” Sergah Ilham tak mau kalah.
“Tapi sebentar lagi kita mau menikah, jadi loe jangan berani merusak pernikahan kami. Mengerti kamu.” Gertak Benito. “dan gue juga kenal siapa loe. Loe Ilham sahabatnya Tita waktu kecil kan?”
“Kenapa kamu bisa tahu?” Kata Ilham kaget dengan pernyataan Benito.
“Tentu saja. Walaupun kamu berusaha setengah mati untuk berusaha membuat Tita mengingatmu kembali, kamu tidak akan pernah bisa. Karena Tita mengalami lupa ingatan secara permanen.” Kata Benito menjelaskan.
“Apa?? Mengapa bisa seperti itu?” Teriak Benito seakan tak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Benito.
“Ya. Tita mengalami lupa ingatan setelah mengalami kecelakaan 10 tahun yang lalu. Kepalanya terbentur benda yang sangat keras dan hampir membuatnya kehilangan nyawa. Namun, Tuhan masih sayang dengan Tita. Dia masih menjaga Tita walaupun Tita harus merasa kesakitan dan membuatnya mengalami koma selama 3 bulan lamanya. Dan dia juga tidak bisa mengingat kembali masa lalunya, karena jika dia berusaha mengingat kembali masa lalunya kepalanya akan merasakan sakit yang luar biasa.” Jelas Benito.
“Lalu apa dia akan kehilangan ingatannya selamanya?” tanya Ilham sangat sedih.
“Tidak. Dia tidak akan pernah mendapatkan ingatannya kembali. Dan kecelakaan itu juga telah merenggut nyawa kedua orang tuanya. Maka setelah kecelakaan itu ayah membawanya untuk tinggal bersama kami. Dan kamipun akhirnya dijodohkan. Jadi tolong jangan membuat Tita sakit lagi dengan kahadiran kamu.” Pinta Benito.
“Baiklah demi kebahagiaan Tita aku akan berusaha untuk menjauhi dan melupakanya. Tapi aku ingin kamu berjanji untuk selalu menjaga Tita, mendampinginya dan jangan pernah sekalipun membuatnya menangis.”
Setelah kejadian itu Ilham pergi meninggalkan kota Yogakarta dengan hati yang remuk. Di Yogyakarta dia menemukan cinta dan di Yogyakarta pula dia harus kehilangan cintanya demi melihat orang yang dicintainya bahagia. Memang cinta itu kadang harus berkorban. Biarlah Yogyakarta yang menjadi saksi bisu kenangan cinta Ilham yang magis dan tak berujung manis.


Cerpen : Luka Sekeping Hati

Oleh : @tikah_94
BUNYI jirusan air dari bilik mandi menyedarkan lena panjang Aimy Nisrina. Perlahan-lahan matanya dibuka melihat keadaan sekeliling yang terasa begitu asing. Derusan angin dari aircond meresap jauh ke badannya. Sejuk!!! Itulah yang dirasakan saat itu. Aimy merasakan ada sesuatu yang tidak kena ketika itu dan pantas dia tersedar. Dirinya kini dalam keadaan tanpa seurat benang pun. Hanya ditutupi selimut yang tebal. Mutiara jernih telah mengalir dari tubir mata. Dia bingung dengan apa yang telah berlaku. Pantas dia cuba menggali semula memori yang telah terjadi semalam.
Imbas kembali..
Aimy menyanyi kecil sambil membawa satu beg plastik berisi barang keperluan rumah yang dibeli dari kedai runcit berdekatan rumahnya. Perlahan-lahan dia berjalan ke arah keretanya yang diparkir agak jauh dari orang ramai. Tiba-tiba dia berasa tidak enak. Perasaannya kuat mengatakan dia diekori ditambah dengan bayang-bayang yang jelas kelihatan dalam sorotan lampu jalan. Aimy telah ketakutan. Dia mempercepatkan lagi langkahnya. Apabila dia tiba di kereta, dia memberanikan diri berpaling ke belakang untuk melihat gerangan yang mengikutnya. Tiada!! Berkerut dahinya kerana dia berasa amat yakin dengan apa yang dilihat namun perasaan leganya bertandang. Mungkin hanya mainan perasaan.
Pantas dia berpusing ke hadapan semula dan dia terus terkejut dengan kehadiran dua orang lelaki yang tidak dikenalinya. Jejaka-jejaka itu pantas mengheretnya ke satu kereta yang sememangnya telah sedia menanti. Aimy bertungkus-lumus melawan namun apalah yang diharapkan dengan kudrat wanita miliknya. Puas dia menjerit meminta tolong tapi ternyata ianya sia-sia kerana kawasan itu amatlah sunyi.
“Woi pompuan, senyap sikit boleh tak. Kau jeritlah kuat mana pun orang takkan dengar punya. Ikut je kami senyap-senyap,” Salah seorang jejaka itu bersuara.
“Kau orang siapa? Lepaskan aku. Tolong jangan apakan aku. Kalau nak duit cakap je berapa aku akan kasi. Tolong lepaskan aku,” Aimy pantas bersuara. Merayu-rayu dirinya minta dilepaskan. Kata-kata itu hanya mengundang ketawa dari kedua-dua jejaka tersebut. Pantas dia di tolak ke dalam kereta dan tangannya juga telah diikat. Kereta itu terus bergerak meninggalkan kawasan itu. Aimy masih berusaha meronta-ronta untuk melepaskan dirinya.
“Kau duduk diam-diam boleh tak. Kita orang nak bawa kau pergi ke syurga. Mesti kau suka nanti, haha. Bukak mulut cepat,” Kata-kata salah seorang jejaka tersebut mengundang ketawa yang lain. Aimy semakin kecut. Dirinya cuba diberi minum cecair yang dia sendiri tidak tahu apa bendanya. Dia cuba melawan namun tidak berjaya apabila mulutnya dibuka oleh seorang lagi teman lelaki itu. Setelah beberapa minit, dia sudah hilang kewarasan. Apabila lelaki-lelaki itu ketawa dia turut ketawa sama. Kejadian selepas itu sudah tidak dapat diingati. Dan kini dia telah berada di sini. Lamunannya terganggu dengan suara yang menyapa.
“Baguslah kau dah bangun. Malam tadi memang indah. Tak sia-sia aku upah orang culik kau,” Selamba kata-kata yang meluncur laju dari mulut seseorang jejaka yang langsung tidak dikenalinya. Jejaka itu dengan selamba duduk di birai katil berdekatan dirinya. Aimy semakin ketakutan. Perlahan-lahan dia mengengsotkan dirinya ke hujung katil. Semakin lebat air mata yang mengalir. Aimy benar-benar bingung ketika itu.
“Kau siapa? Kenapa kau buat aku macam ni? Apa salah aku? Aku tak kenal pun kau siapa. Kenapa mesti aku?” Bertalu-talu soalan yang disoal oleh Aimy dengan sebak. Dia benar-benar berasa sedih. Mahkota kewanitaannya telah diragut oleh insan yang langsung tidak dikenali. Soalannya hanya disambut dengan ketawa panjang. Jejaka itu tidak pantas menjawab namun dia kembali bangun dan menyarungkan semula pakaiannya kebadan.
“Memang kau tak salah. Kau tak kenal aku siapa. Cuma satu je silap kau. Kau tu tunang atau lebih tepat lagi bakal isteri kepada Dani Arfan!! Kalau kau takde kena mengena dengan dia aku takkan usik kau,” Jejaka itu menjawab sejurus selesai berpakaian. Mukanya menggambarkan perasaan dendam yang membara apabila nama Dani Arfan disebut. Aimy pula semakin tertekan. Dia tidak faham dengan apa yang berlaku. Apa kaitannya menjadi tunang kepada Dani Arfan dengan apa yang telah terjadi.
“Aku tak tau apa salah Dani kat kau tapi kenapa aku yang jadi mangsa. Kau memang jantan sial!!” Aimy telah kerasukan. Dia terus membaling pasu yang berada di sisi katil ke arah jejaka itu. Jejaka itu yang terkejut pantas mengelak. Namun senyuman sinis terukir kembali. Dia berasa puas dengan apa yang dilakukan. Perempuan itu memang cantik. Tidak sia-sia dia merosakkan gadis itu. Dia puas kerana terasa dendamnya telah terbalas dengan apa yang Dani lakukan kepadanya dulu.
“Haha, aku tak ada masa nak cerita apa yang celaka tu buat dulu. Tapi apa yang jelas silap kau cumalah sebab kau tu tunang dia,” Dia membalas selamba. Aimy bertambah sakit hatinya mendengar.
“Berambus kau jantan sial. Aku benci tengok muka kau. Jangan kau tunjuk muka kau depan aku lagi kalau kau tak nak mampus. Pergi,” AImy menempik sekuat hati.
“Memang aku nak blah dah pun. Nah!! Bayaran terhadap layanan kau malam tadi,” Jejaka itu tanpa perasaan melemparkan beberapa not ke atas katil sebelum melangkah keluar dari bilik itu. Esakan Aimy bertambah kuat. Dia merasakan masa depannya kini telah gelap. Buntu dia memikirkan apa yang perlu dilakukan. Perkahwinannya hanya tinggal 3 bulan sahaja lagi. Bilik itu kembali gamat dengan suara jeritan dan esakan dari Aimy.
____________________
AIMY melangkah longlai memasuki rumah sewannya. Dirinya benar-benar berserabut ketika itu. Alyaa memandang hairan ke arah temannya. Sudahlah temannya itu tidak pulang seharian dan kini dia pulang dengan menaiki teksi. Aimy terus melangkah lemah ke dalam biliknya di tingkap atas. Kehadiran Alyaa langsung tidak dihiraukan. Alyaa terus memerhatikan temannya itu. Hatinya kuat menyatakan ada sesuatu yang tidak kena telah berlaku. Keadaan Aimy ketika itu amat teruk sekali dengan matanya yang jelas kelihatan sembab. Dia terus ke bilik temannya untuk menyoal siasat. Sebaik tiba di tingkap atas Alyaa terkejut. Dirinya jelas mendengar hempasan kaca dari bilik itu disusuli jeritan dan tangisan dari Aimy. Pantas dia cuba membuka bilik teman baiknya namun tidak dapat kerana telah dikunci dari dalam.
“Aimy, bukak pintu ni. Kau kenapa? Jangan macam ni Aimy. Kau buat aku bimbang. Aimy bukak pintu ni,” Alyaa cuba memujuk temannya itu namun langsung tiada respon. Sebaliknya dia kembali mendengar hempasan kaca bertalu-talu. Alyaa semakin bimbang. Pantas dia ke biliknya untuk mengambil kunci spare. Sebaik pintu berjaya dibuka dia terkejut beruk. Aimy ketika itu dilihat sedang cuba menoreh pergelangan tangannya menggunakan cebisan kaca yang pecah. Dia bertindak pantas menarik tangan Aimy namun kaca itu telah terkena pada lengannya. Kesakitan pada lengannya langsung tidak dihiraukan sebaliknya dia lebih bimbang pada Aimy.
Aimy jelas terkejut dengan tindakan drastik Alyaa. Dirinya jelas melihat titisan darah yang mengalir dari luka pada tangan Alyaa. Dia berasa amat bersalah. Air matanya semakin laju menuruni pipi. Perlahan-lahan dirinya jatuh terjelepok di depan sahabatnya yang sejak dulu susah senang sentiasa bersamanya. Esakannya kian bertambah membuatkan Alyaa bertambah sayu. Alyaa tahu sesuatu yang buruk telah menimpa temannya kerana dia kenal Aimy bukannya jenis pemberontak. Dia juga terus melabuhkan punggung di hadapan sahabatnya.
“Aimy. Kenapa ni? Kau ada masalah ke? Ceritalah dekat aku. InsyaAllah aku boleh tolong kau. Jangan pendam sorang-sorang. Aku tak boleh tengok kau macam ni,” Alyaa memujuk lembut sahabatnya. Air matanya turut mengalir melihat keaadaan sahabatnya yang tidak terurus. Kesakitan pada tangan langsung tidak dirasai. Aimy teresak-esak mendengar kata-kata sahabatnya. Pantas dia memeluk Alyaa cuba meminjam kekuatan dari gadis itu.Dia terasa amat lemah sekali.
“Lya, tolong aku. Hidup aku dah hancur Lya. Aku rasa nak mati. Aku dah tak tahan lagi,” Aimy berkata sebak. Alyaa pula terkejut.
“Kenapa ni Aimy. Tak baik kau cakap macam tu. Ingat Allah sayang. Ceritakan dekat aku apa terjadi sebenarnya,” Alyaa berusaha menenangkan sahabatnya.
“Aku…ak..aku kena ro..rogol Lya. Aku tak kenal jantan tu. Tolong aku. Apa aku nak jawab dengan mak ayah aku. Majlis aku dah tak sampai 3 bulan Lya. Aku tak tau nak buat macam mana. Tolong aku,” Aimy menerangkan dengan suara tersekat-sekat. Alyaa telah membuntangkan matanya. Amat terkejut mendengar kata-kata dari sahabatnya. Dia berasa amat marah dengan apa yang menimpa Aimy. Terasa ingin membunuh jantan yang memusnahkan hidup sahabatnya itu.
“Ya Allah Aimy. Siapa jantan tu? Cakap dekat aku. Kita buat report polis yea,” Alyaa berkata sambil mengusap-ngusap belakang Aimy. Dia tahu perasaan gadis itu.
“Ta…tak boleh. Aku tak nak. Nanti apa aku nak buat kalau ayah aku tau. Satu lagi aku tak kenal pun siapa jantan tu. Nama pun tak tau. Yang pasti dia mungkin kenal Dani. Tolong aku Lya,” Aimy masih terusan menangis. Alyaa pula semakin buntu. Dia mengakui semua kata-kata sahabatnya.
“Macam nilah. Aku nak kau tenang dulu. Janji dengan aku jangan nak buat sesuatu yang bodoh. Nanti kita fikirkan semula apa yang perlu dilakukan. Kau jangan sedih. Aku tak boleh tengok kau macam ni. Aku janji susah senang aku akan sentiasa ada belakang kau. Aku takkan sesekali tinggalkan kau,” Alyaa berkata ikhlas sambil terus memeluk sahabatnya. Aimy hanya mengangguk-ngangguk di dalam pelukan Alyaa. Dia tahu keikhlasan sahabatnya itu. Dia bersyukur dikurniakan sahabat sebaik Alyaa Najihah.
________________________
JERITAN kemarahan begitu jelas kedengaran dari rumah teres dua tingkat milik En.Bakri. Kata-kata anaknya itu amat mengejutkan dirinya. Aimy telah memintanya untuk memutuskan pertunangannya dengan Dani sedangkan majlis itu hanya tinggal 3 minggu sahaja lagi. Benar-benar tak masuk akal!!
“Kau jangan nak main-main Aimy. Aku takkan benarkan kau putuskan pertunangan dengan Dani. Lagi 3 minggu. Macam mana aku nak jawab dengan Tengku Majib nanti. Dah, kata aku muktamad. Kau tetap kena kahwin jugak. Kalau kau nak tengok aku mati kau buatlah,” En.Bakri bersuara sedikit mengugut. Isterinya Pn.Aisyah sekadar mendiamkan diri. Aimy pula telah teresak-esak. Dia benar-benar tidak tahu membuat macam mana lagi untuk memutuskan pertunangan tanpa relanya. Sudahlah dirinya dulu dipaksa bertunang dengan Dani Arfan. Ayahnya itu telah terhutang budi dengan keluarga Tengku Majid kerana telah membantu melangsaikan hutang syarikat kecil milik keluarganya dan dirinya menjadi galang ganti.
“Ayah tak adil. Dulu ayah jugak yang paksa Aimy terima Dani. Kenapa mesti Aimy yang kena. Ayah memang kejam. Sebab terhutang budi dengan keluarga Dani, Aimy pulak yang kena jual,” Aimy bersuara lantang. Kata-kata itu telah menyemarakkan lagi kemarahan En.Bakri. Tanpa perasaan, dia menampar pipinya anaknya. Aimy memegang pipinya yang sakit. Air mata kembali mengalir. Puan Aisyah telah membuntangkan matanya.
“Apa ni abang. Dah melampau dah ni. Abang tak sepatutnya tampar Aimy. Dia anak abang jugak,” Pn.Aisyah menegur kelakuan suaminya itu.
“Anak awak tu yang kurang ajar sangat. Dia dah lupa agaknya kalau tak kerana bantuan Tengku Majid dulu kita ni dah hidup merempat,” En.Bakri membalas kata-kata isterinya. Aimy pula tidak betah lagi di situ. Dia tahu dia tidak boleh lagi berkata apa-apa. Ingin melarikan diri dari rumah juga tidak mungkin. Ayahnya itu mempunyai sakit jantung. Dia tidak mahu sesuatu yang buruk terjadi pada ayahnya. Perlahan-lahan dia terjelepok di tepi katilnya.
‘Ayah tak tahu apa yang terjadi sebenarnya. Aimy tak boleh kahwin dengan Dani. Aimy dah tak suci yah. Apa Aimy nak jawab nanti pada masa akan datang. Ya Allah tolong aku,’ Aimy merintih pilu sendirian.
_______________________
TENGKU AKIF AMSYAR menyandarkan dirinya pada kerusi di balkoni biliknya. Pelbagai persoalan yang berada di benaknya ketika itu. Tiba-tiba dia teringatkan peristiwa yang telah berlaku 2 bulan yang lalu. Masih terngiang-ngiang esakan dan jeritan dari gadis yang dirogolnya itu. Dia tahu dia bersalah. Namun dia tetap berasa puas. Dendamnya pada sepupunya sendiri iaitu Tengku Dani Arfan telah berbalas. Puas hatinya kerana berjaya menjadi insan pertama menyentuh bakal isteri lelaki itu. Dendamnya pada Dani tidak pernah surut lantaran kerana lelaki itulah Maria iaitu wanita pujaan hatinya semenjak zaman universiti meninggalkan dirinya. Masih terbayang-bayang kelakuan Dani dan Maria yang bercumbuan di depan matanya sendiri. Sakit hatinya tiada siapa yang tahu.
Perkahwinannya bersama Maria terpaksa dibatalkan lantaran wanita itu telah memilih Dani. Namun belum sempat mereka berkahwin, kemalangan yang terjadi pada Dani dan Maria telah meragut nyawa wanita itu. Dani telah terselamat. Akif tetap tidak berasa puas kerana dendam telah membajai hatinya. Berita perkahwinan antara Dani dan Aimy mengejutkan dirinya. Dia menggunakan peluang itu untuk membalas dendam. Aimy Nisrina. Gadis itu menjadi mangsa hanya kerana dia tunang kepada Dani Arfan!!! Akif mengeluh lagi. Entah mengapa dia berasa amat sukar membuang wajah lembut itu dari kotak fikirannya. Tangisan dari gadis itu agak menyentuh hatinya namun egonya mengatasi segalanya.
‘Arghh… Aku tak sepatutnya memikirkan hal ini lagi. Aku sepatutnya happy sebab dendam aku dah berbalas,’ Akif berbisik sendirian sambil terus tersenyum. Pantas dia melangkah masuk semula ke dalam biliknya. Masih banyak barangnya yang perlu dikemaskan. Esok dia akan Amerika kerana akan menguruskan syarikat keluarganya di sana. Dia tidak teringin menghadiri majlis perkahwinan sepupunya itu.
‘Entah-entah tak jadi kahwin nanti baru padam muka kau,’ Akif terus berkata sinis.
_____________________
SUASANA di rumah En.Bakri riuh dengan suara orang ramai. Malam itu,majlis akad nikah akan diadakan. Aimy yang berada di dalam biliknya berasa gelisah. Dirinya berasa pening. Tidak sanggup dia menghadapi saat itu. Perlahan-lahan dia memicitkan kepalanya. Rasa mual kembali menyapa. Aimy berasa bimbang. Dia dapat merasakan sesuatu yang tidak kena pada dirinya. Dia berasa amat takut memikirkan kemungkinan itu. Alyaa yang menemani rakannya itu berasa kasihan. Dia tahu gelodak hati rakannya itu. Dia sendiri tidak dapat membantu apa-apa lagi.
“Lya, aku takut. Aku tak sanggup,” Aimy terus mengadu. Alyaa sekadar mengusap belakang rakannya itu. Muka Aimy jelas kelihatan pucat walaupun telah dihiasi mekap.
“Istighfar Aimy. Sabarlah. Kau kena tenang,” Alyaa memujuk perlahan. Perbualan mereka diganggu dengan kehadiran Pn.Aisyah dimuka pintu.
“Aimy dah sampai masanya. Jom keluar,” Pn.Aisyah mengajak anaknya itu keluar. Namun belum sempat dia berpaling jeritan kecil Alyaa mengejutkannya. Aimy telah pengsan. Pantas dia menghampiri anaknya itu. Jelas kelihatan muka anaknya yang begitu pucat. Keadaan menjadi gamat dengan keadaan Aimy. Majlis akad nikah itu terpaksa ditangguhkan. Mujurlah anak saudaranya Hanif Imran berada disitu. Hanif bekerja sebagai doktor sakit puan. Setelah diperiksa, berita yang diterima ternyata menggemparkan keluarga En.Bakri. Majlis akad nikah pada malam itu terpaksa dibatalkan lantaran kehendak keluarga Tengku Majid sendiri. En.Bakri telah naik berang. Dia benar-benar berasa malu dengan berita yang diterima.
“Maaf. Kami terpaksa batalkan majlis ni. Saya rasa En.Bakri sendiri fahamkan,” Tengku Majid berkata sejurus menerima berita itu.
“Tapi, ma..” En.Bakri tidak sempat menghabiskan ayatnya apabila Dani terlebih dahulu menyampuk.
“Takde tapi-tapi lagi. Saya sendiri tak ingin memperisterikan perempuan sundal macam anak En.Bakri tu. Tak rela saya nak jadi pak sanggup. Entah anak jantan manalah dia kandung,” Dani membidas selamba. Dia agak terkejut mendengar berita itu. Nampak je muka perempuan baik tapi perangai macam pelacur. Dani terus tersenyum sinis.
“Kau. Dah pergi dari rumah aku. Pergi!!!” En.Bakri telah bengang. Perasaan malu berganda-ganda di tambah dengan pandangan tetamu yang hadir. Setelah kelibat keluarga Tengku Majid telah pergi, dia tidak berdiam diri lagi. Pantas langkah diatur ke bilik anak yang telah memalukannya itu.
“Mana betina yang malukan aku ni. Dia dah sedar belum? Pergi, jangan nak halang aku,” En.Bakri bersuara apabila isterinya itu cuba menghalang. Dilihat Aimy ketika itu terpisat-pisat matanya kerana baru sahaja sedar. Aimy melihat keadaan sekeliling. Berkerut dahinya melihat ayahnya yang kelihatan berang sekali. Alyaa yang berada disisi katilnya telah mengalirkan air mata. Sedih memikirkan nasib sahabat baiknya.
“Lya, apa yang dah jadi.Aku pengsan ke tadi?” Aimy menyoal pantas. Namun belum sempat Alyaa menjawab rambut Aimy telah ditarik kuat oleh ayahnya. Semua yang melihat ternyata terkejut. Alyaa dan Pn.Aisyah cuba menghalang En.Bakri yang sudah kerasukan namun tidak berjaya.
“Kau tanya apa dah jadi. Kau tau tak kau dah malukan aku. Dasar anak tak kenang budi. Cakap dengan aku siapa bapak budak yang kau kandung? Cakap cepat!!” En.Bakri menjerit kuat sambil terus manarik rambut Aimy. Jeritan kesakitan anaknya langsung tidak berbekas pada hatinya. Aimy yang mendengar kata-kata ayahnya telah membuntangkan matanya. Air hangat terus bergenang pada kelompak matanya. Apa yang dia takutkan benar-benar terjadi.
“Ampunkan Aimy ayah. Ampunkan Aimy. Aimy tak salah,” Aimy pantas bersuara sambil melutut memohon belas kasihan ayahnya. En.Bakri yang mendengar semakin panas hatinya. Pantas dia menarik semula tubuh anaknya itu. Sebiji penampar dihadiahkan ke pipi Aimy. Terduduk Aimy di katil menerima tamparan ayahnya. Pn.Aisyah dan Alyaa terkejut dan berasa takut dengan kemarahan En.Bakri.
“Dahlah tu abang. Ingat Allah. Aimy anak kita,” Pn.Aisyah memujuk lembut suaminya. Belas hatinya melihat wajah sendu anaknya. Dia tahu anaknya ada sebab tersendiri dengan semua yang berlaku. Alyaa pula telah memeluk sahabatnya itu.
“Awak suruh saya sabar. Awak sedar tak anak awak dah malukan kita. Dia mengandung anak luar nikah. Mana saya nak letak muka saya ni. Malu tahu tak. Aimy baik kau cakap dekat aku siapa bapak budak ni? Cakap cepat.Jangan nak selindung lagi,” En.Bakri tidak termakan pujukan isterinya. Sebaliknya dia sekali lagi menarik rambut panjang Aimy.
“Ayah sakit. Lepas yah. Aimy tak salah. Betul Aimy tak tipu. Aimy tak tau siapa ayah anak ni. Aimy tak tau,” Aimy masih merayu ayahnya.
“Betul pak cik. Aimy tak salah. Dia tak kenal siapa lelaki tu. Lepaskan Aimy pak cik. Istighfar banyak-banyak. Aimy ni anak pak cik,” Alyaa pula cuba memujuk. Dia berasa belas dengan nasib yang menimpa rakannya. Kalaulah abang sulung Aimy ada, pasti lelaki itu dapat menenangkan En.Bakri. Syaheem ketika ini sedang melanjutkan pelajarannya di luar negara.
“Kau tak payah nak bela anak aku. Entah-entah kau pun sama macam dia. Baik kau senyap. Kau Aimy jangan nak tipu aku. Kau cakap kau tak kenal dia tapi boleh pulak kau layan dia. Kau sedar tak ni hah?” Semakin kuat tangisan Aimy mendengar tuduhan ayahnya. Dia tahu walaupun dia berkata benar ayahnya itu tetap tidak akan percaya.
“Sumpah yah. Aimy tak tipu. Aimy tak kenal dia. Jantan tu yang rosakkan Aimy,” Kata-kata Aimy ternyata menguji lagi kesabaran En.Bakri. Dia tahu anaknya melindungi lelaki itu. Dia benar-benar sudah meragui kejujuran Aimy. Pantas dia menolak Aimy ke belakang. Tolakan kuat itu ternyata mengundang padah. Kepala Aimy telah terhantuk pada dinding batu bilik itu. Isterinya, Alyaa dan saudara yang lain telah membuntangkan mata.
Aimy telah terduduk di tepi dinding. Matanya terasa berpinar-pinar. Terasa cairan hangat mengalir ke wajahnya. Kepalanya berdarah!!! Alyaa pantas mendapatkan sahabatnya itu.Pn.Aisyah juga ingin membantu anaknya namun terlebih dahulu dihalang suaminya. En.Bakri bertindak pantas. Beg yang terletak di atas almari diambil. Lincah juga tangannya mengambil pakaian di dalam almari anaknya dan dimasukkan ke dalam beg. Pn.Aisyah sekali lagi terkejut dengan tindakan suaminya.
Setelah selesai, terus dia mendapatnya Aimy yang masih dalam pelukan Alyaa. Dia mengheret tangan anaknya ke luar rumah yang kini sedang hujan lebat tanpa belas kasihan. Darah yang mengalir di kepala Aimy langsung tidak dihiraukan. Pantas dia menolak anaknya di depan pintu pagar. Beg pakaian itu turut dicampak.
“Ya Allah abang. Jangan buat macam ni. Istighfar abang. Kita bincang dulu. Abang tak kesian ke dengan Aimy. Kita ni ibu bapa dia. Saya yang lahirkan dia. Mungkin semua ni memang bukan salah Aimy,” Pn.Aisyah terus merayu suaminya itu. Alyaa ketika itu telah mendapatkan Aimy. Pn.Aisyah juga ingin melakukan perkara sama namun suaminya pantas sekali lagi menghalang. Tiada siapa yang berani menghalang tindakan En.Bakri lantaran mereka tahu akan sikap berang lelaki itu.
“Awak jangan nak pergi dekat budak sial tu. Kalau awak nak jadi sama macam Aimy awak cubalah langkah keluar dari pagar ni. Kau Aimy, mulai hari ni aku haramkan kau pijakkan kaki dekat rumah aku. Sekali lagi aku nampak muka kau aku bunuh kau. Aku nak kau pergi dari sini dengan kawan baik yang bela sangat kau tu. Kalau kau mampus lagi baik,” En.Bakri bekata tanpa berfikir apa-apa lagi. Perasaan marah lebih menguasai dirinya. Pandangan mata saudara mara yang masih ada langsung tidak dihiraukan. Tiada siapa yang berani menghalangnya. Pantas dia menutup pintu pagar dan menarik tangan isterinya masuk ke dalam. Pn.Aisyah pula telah menangis dengan nasib anaknya itu. Tiada apa yang boleh dilakukan lagi.
Aimy bertambah sebak. Dirinya terasa amat terbuang. Titisan air hujan yang lebat seakan turut sama menangisi nasib dirinya ketika itu. Kakinya seakan dipaku di atas jalan. Luka dikepalanya seakan tidak wujud langsung. Alyaa cuba membangunkan Aimy. Dia terkejut melihat darah masih mengalir di dahi kiri gadis itu.
“Ya Allah Aimy. Kepala kau masih berdarah ni. Jom aku hantar kau pergi klinik. Bahaya. Dahlah tu Aimy. InsyaAllah lambat-laun ayah kau akan maafkan kau. Keadaan kau lebih penting sekarang ni. Walaupun keluarga kau dah buang kau, aku akan tetap ada disisi kau selamanya,” Alyaa memujuk lembut. Aimy pantas merangkul sahabat baiknya itu. Alyaa mengusap-ngusap belakang Aimy. Dia benar-benar sayangkan Aimy. Gadis itu umpama adik kandungnya sendiri. Dia sendiri sebatang kara di dunia ini. Sejak kecil dia dibesarkan di rumah anak yatim semenjak kematian ibu bapanya.
‘Ya Allah. Lindungilah sahabatku ini. Aku amat sayangkan dirinya. Tabahkanlah hatinya melalui hari-hari yang mendatang,’ Alyaa berdoa di dalam hatinya. Hari itu terasa begitu panjang sekali.
_______________________
PANGGILAN telefon yang berbunyi nyaring menyedarkan Akif yang sedang khusyuk membuat kerjanya di pejabat. Sebaik melihat nama ibunya yang tertera pantas panggilan disambut. Dia amat rindukan ibunya itu yang jauh berada di Malaysia.
“Assalamualaikum mama. Mama sihat? Rindunya Kif dekat mama. Ada apa mama telefon Kif ni?” Akif menyoal manja mamanya itu. Telah hampir sebulan lebih dia meninggalkan bumi Malaysia.
“Waalaikumusalam. Mama sihat.Kif cakap rindu dekat mama tapi tak reti-reti ke nak call sini,” Tengku Mastura sempat menyindir anaknya itu. Akif pula telah tersengih-sengih. Memang salah dia pun. Semanjak sampai di sini, dia tidak menghubungi lagi ibunya.
“Haha. Kif sibuklah ma. Banyak benda yang nak kena urus. Nanti hari-hari Kif call mama yea,” Akif membalas kata-kata ibunya.
“Amboi. Hari-hari nak telefon sini. Mahu melambung bil tu nanti,” Kata-kata ibunya hanya disambut dengan ketawa panjang.
“Untuk mama Kif sanggup. Bil mahal takpe. Claim je semula dengan papa nanti, haha. Hah ma, lupa nak tanya. Macam mana perkahwinan Dani tu?” Akif tiba-tiba teringatkan sepupunya. Senyuman sinis serta-merta terukir.
‘Agaknya apa ye reaksi Dani bila tau isteri dia dah ditebuk tupai,’.
“Mama nak cakap pun serba-salah ni. Diorang tak jadi kahwin Kif. Pompuan tu dah mengandung. Entah anak siapa pun tak tau. Kesian Pak Long kamu tanggung malu. Apalah nak jadi dengan orang zaman sekarang,” Tengku Mastura meluahkan kekesalannya. Kata-kata itu menyentak perasaan Akif.
‘Dia mengandung? Anak aku ke.Tak mungkin. Aku dah pakai protection masa tu takkan boleh jalan jugak. Tapi memang aku orang first sentuh dia. Boleh jadi jugak itu anak aku. Ya Allah,’ Akif terasa kusut.Perasaan bersalah datang bertimpa-timpa.
“Hello Kif. Are you there? Dengar tak mama cakap ni. Kifff,” Tengku Mastura berasa hairan apabila anaknya itu tiba-tiba mendiamkan dirinya.
“Ye. yea mama. Kif ada lagi kat sini. Kif check fail ni kejap tak sedar. Eh, oklah mama. Mesyuarat dah nak mula ni. Lain kali Kif call mama pulak yea. Bye. Assalamualaikum,” Akif pantas memutuskan talian sebaik salamnya dijawab. Dia hanya memberi alasan kononnya ada mesyuarat untuk melarikan diri. Pelbagai persoalan berada di benaknya kini. Pantas dia mencapai kunci kereta di atas meja. Terasa begitu panas sekali berada di dalam pejabatnya walaupun aircond terpasang.
Kereta yang dipandu Akif meluncur laju di jalan raya. Dia masih tidak dapat melupakan kata-kata ibunya itu. Terbayang-bayang di ruang matanya wajah sendu Aimy Nisrina sewaktu kejadian hitam tersebut. Perasan kesalnya mula timbul. Dia sedar dia bersalah dalam hal itu. Kerana dendam, maruah gadis itu menjadi taruhan. Akif masih termenung sehingga dia tidak sedar keretanya itu sudah mamasuki lorong lain. Bunyi hon yang nyaring kembali menyedarkannya namun ternyata dia telah terlambat. Keretanya itu telah bertembung dengan treler yang panjang. Akif sudah tidak sedar apa-apa lagi setelah itu.
________________________
4 tahun kemudian….
KERETA Proton Alza berwarna putih dipandu perlahan masuk ke pekarangan rumah. Sebaik sahaja turun dari kereta, seorang kanak-kanak yang berusia linkungan 3 tahun pantas memeluk pemandu kereta tersebut.
“Mama, mama. Rindu mama,” Kanak-kanak itu mengadu manja pada ibunya. Aimy hanya tersenyum mendengar kata-kata anaknya itu. Aryan Fikri Bin Abdullah. Itulah nama yang diberikan setelah melahirkannya 3 tahun yang lalu. Pantas kanak-kanak comel itu didukung dan dicium.
“Aryan rindu mama ea. Nakal tak hari ni?” Aimy bertanya sambil mendukung anaknya itu.
“Tak. Aryan anak baik,” Aryan menjawab dengan sedikit pelat.
“Betul ni. Kak jan, Aryan tak meragam ke hari ni?” Aimy pantas bertanya pada Farizan yang merupakan jirannya. Farizan yang menjaga Aryan apabila dirinya dan Alyaa pergi bekerja. Kesemua anak-anak Farizan telah bersekolah memudahkan dirinya menjaga Aryan. Aimy bersyukur dikurniakan jiran sebaik Farizan dan suaminya Nazrin kerana mereka berdua banyak membantu dirinya dan Alyaa semenjak mereka pindah ke situ 4 tahun yang lalu. Farizan dengan rela hati membantu dirinya tanpa mengambil sebarang upah.
“Tak Aimy. Aryan ni memang anak yang baik. Mudah sangat nak uruskan dia. Aimy bertuah dapat anak sebaik Aryan,” Farizan menjawab senang sambil tersenyum manis.
“Alhamdulillah. Hah, ni ada sikit buah untuk kak Jan. Tadi Aimy beli lebih sikit,” Aimy pantas bersuara sebaik teringat akan hal itu. Dia menurunkan Aryan dari dukungannya dan terus mengambil buah-buahan tersebut di dalam kereta sebelum diserahkan kepada Farizan.
“Terima kasih. Buat susah je Aimy ni,” Aimy sekadar tersenyum mendengar kata-kata Farizan.
“Apa pulak susah. Sikit je ni. Oklah kak, saya nak masuk dulu bersihkan diri. Nak masak pulak nanti. Si Alyaa pulak pulang lewat sikit hari ni. Saya pergi dulu yea,” Aimy meminta diri dari jirannya itu.
“Pergilah masuk. Bye Aryan. Esok jumpa dengan auntie Jan pulak tau,” Kata-kata Farizan di sambut dengan lambaian oleh Aryan. Selepas itu, dia hanya melihat kelibat Aimy dan Aryan menghilang disebalik pintu masuk rumah.
MALAM itu, Alyaa dan Aimy melepak santai di ruang tamu rumah mereka. Aryan pula sedari awal lagi sudah tidur. Aimy hanya melihat kosong ke arah televisyen yang terpasang. Fikirannya ketika tu melayang ke lain. Alyaa menyedari gelagat rakannya itu.
“Kau ni kenapa Aimy? Ada masalah ke?” Alyaa menyoal rakannya itu.
“Takde apa. Aku cuma ingat cerita lama je,” Aimy menjawab.Pelbagai persoalan berada dibenaknya kini. Permintaan dari anaknya amat melemaskan.
“Kau fikir tentang apa yang Aryan cakap ke?” Alyaa masih menyoal. Anggukan Aimy disambut dengan keluhan.
“Kau tak payah bimbang. Aryan tu kecik lagi. Lama-lama dia lupalah apa yang dia cakap,” Alyaa berusaha menenangkan Aimy. Aimy sekadar mengeluh panjang.
“Aku tak taulah Lya. Dah banyak kali dia tanya tentang papa dia. Dah banyak kali jugak aku tipu dia. Dia kecik lagi. Aku tau kasih-sayang aku saja tak cukup untuk dia. Dia perlukan ayah,” Aimy menyuarakan apa yang ada dibenaknya.
“Aku pun tak tau apa nak cakap. Kata-kata kau tu betul. Aku nak tanya ni dan aku harap kau tak marah. Apa kau nak buat kalau tiba-tiba ayah Aryan muncul?” Alyaa menyoal perlahan.
“Aku bunuh dia,” Sebaik mendengar kata-kata selamba Aimy, Alyaa terus membeliakkan matanya.
“Kau biar betul,” Alyaa bersuara bimbang. Aimy yang melihat reaksi Alyaa telah ketawa terbahak-bahak.
“Haha. Kau ni takkanlah aku nak buat apa yang aku cakap. Aku pun tak tau macam reaksi aku kalau jumpa dia. Dah 4 tahun Lya. Aku pun tak kenal siapa dia. Tapi muka dia masih kuat dalam ingatan aku,” Aimy bersuara penuh perasaan. Alyaa pula menepuk-nepuk bahu rakannya itu.
“Dahlah. Aku malas nak fikir semua ni. Baik tidur dulu. Esok kan dah janji nak bawak Aryan pergi Danga Bay. Ngantuk pulak esok. Aku masuk bilik dulu,” Tanpa menunggu balasan Alyaa, Aimy terus melangkah ke dalam biliknya tidurnya bersama Aryan.
Aimy masih memikirkan kata-kata sahabatnya itu. Pantas dia melihat pada Aryan yang sedang lena. Wajah comel anaknya diperhatikan. Entah menyapa rasa sebak menyapa diri. Wajah mereka amat sama. Rambut yang keperangan, hidung mancung, kening yang tebal disampin anak mata berwarna hazel itu memang sama dengan lelaki itu. Walaupun hanya sekali berjumpa wajah itu tetap utuh diingatannya. Perlahan-lahan mutiara jernih mengalir dari matanya. Peristiwa-peristiwa yang berlaku 4 tahun lalu barlayar-layar difikirannya. Ingatan Aimy terngarah pada ibu bapanya. Sudah 4 tahun mereka tidak berjumpa. Rasa rindu ditahan. Tidak mungkin dia memunculkan diri di depan mereka setelah apa yang diperkatakan ayahnya dulu. Dia benar-benar tidak bersedia.
Malam semakin larut. Aimy pantas membaringkan dirinya sebaik sahaja kepalanya berdenyut-denyut dan pandangan sedikit kabur. Sudah acap kali dia mengalami situasi itu. Sesuatu perkara yang dirahsiakan dari pengetahuan sahabat karibnya sendiri. Pantas dia memejamkan matanya menahan kesakitan. Kesakitan yang dirasainya sejak dulu hanya dipendam seorang diri. Lenanya pada malam itu ditemani dengan bayangan silam yang menjelma.
_____________________
KELAKUAN En.Bakri hanya diperhatikan oleh isteri dan anak sulungnya. Mereka tahu En.Bakri menyesal dengan apa yang terjadi namun perkara itu sudah tidak dapat diubah lagi. Fikiran Syaheem melayang pada peristiwa 3 tahun yang lalu. Sebaik pulang dari United Kingdom, dia terkejut sakan dengan apa yang dimaklumkan oleh ibunya. Kejadian yang menimpa satu-satunya adik kandungnya itu amat menyayat hati. Puas disoal tindakan melulu yang diambil dari En.Bakri namun dia hanya mendapat tekingan dari ayahnya. En.Bakri masih terus menyalahkan Aimy dengan apa yang berlaku sehinggalah kehadiran Tengku Akif Amsyar 2 tahun yang lalu.
Sebaik mendengar cerita yang sebenar, lelaki itu dipukul separuh mati oleh ayahnya. Akif langsung tidak mempertahankan dirinya lantaran tahu dirinya bersalah. Dari apa yang dilihatnya dia tahu jejaka itu benar-benar telah insaf dan ingin bertanggungjawab. Lelaki itu sendiri telah mendapat balasan dengan apa yang dilakukan. Dirinya telah ditimpa kemalangan sehingga koma selama 3 bulan. Bukan itu sahaja, lelaki itu turut hilang keupayaannya untuk berjalan. Setelah 2 tahun menjalani terapi, lelaki itu telah pulih walaupun masih terkecok-kecok berjalan. En.Bakri amat marah kerana setelah 2 tahun dia menghalau Aimy barulah lelaki itu muncul. Sesalan dirinya membuak-buak.
Berkali-kali Akif datang memohon kemaafan dari keluarganya. Dia dan ibunya telah memaafkan lelaki itu. Seberat mana salah lelaki itu mereka tetap tidak dapat menahan takdir Allah. Mungkin ada hikmah disebalik kejadian yang menimpa adik kesayangannya. Akif juga telah berjanji untuk mencari Aimy dan membawa pulang semula gadis itu. Mereka sekeluarga juga telah berusaha mencari Aimy namun hingga kini tidak berhasil. Gadis itu benar-benar mengotakan apa yang En.Bakri mahu. En.Bakri pula yang masih sebal untuk memaafkan jejaka yang ternyata amat ikhlas untuk bertanggungjawab itu. Syaheem masih memerhati gelagat ayahnya yang masih ralit membelek album gambar Aimy.
“Dahlah tu yah. Ayah tengok beratus kali pun gambar Aimy dia tetap takkan balik. Kalau ayah tak terburu-buru dulu, semua takkan jadi macam ni. Sesal dah takde guna,” Syaheem berkata selamba apa yang berada dibenaknya. Ibunya sekadar mendiamkan diri.
“Ayah tahu semua ni salah ayah. Kau tak payah cakap berkali-kali. Ayah tau,” En.Bakri berkata sebak. Perlahan-lahan air mata tuanya mengalir. Pantas dia melangkah masuk ke dalam bilik. Dia tidak betah lagi berada di depan anak dan isterinya itu. Beribu sesalan yang dia rasakan.
_______________________
TENGKU Akif Amsyar berjalan perlahan-lahan di sekitar Danga Bay. Dia kemari untuk merehatkan fikirannya. Fikirannya teringat kembali akan seraut wajah lembut itu. Aimy Nisrina. Sudah bertahun-tahun dirinya menjejaki gadis itu untuk memohon sejuta kemaafan sekaligus untuk bertanggungjawab. Sehingga kini pencariannya tidak berhasil. Dia berasa amat letih untuk menjejaki gadis itu. Lamuman Akif terhenti apabila dia melihat kelibat seorang kanak-kanak lelaki yang menangis sambil duduk. Entah mengapa dirinya amat tertarik dengan tangisan kanak-kanak itu. Pantas dia mendekatinya.
Akif duduk di hadapan kanak-kanak itu. Ibu lelaki itu tiada berhampiran. Mungkin kanak-kanak itu menangis kerana terpisah dari ibunya. Sebaik terasa akan kehadiran seseorang, kanak-kanak itu pantas mengangkat wajahnya. Akif terkedu. Wajah itu benar-benar miripnya. Dirinya tersedar sebaik terasa pelukan dari kanak-kanak tersebut yang masih menangis. Pantas dia mendukung kanak-kanak itu dan berusaha menenangkannya. Dirinya berasa amat tenang sekali dengan pelukan dari kanak-kanak itu. Setelah beberapa ketika kanak-kanak itu berhenti menangis. Wajah comel yang masih berada dalam dukungannya dipandang.
“Kenapa nangis ni sayang? Tak hemsem tau kalau orang laki nangis.” Akif memujuk lembut kanak-kanak itu. Kanak-kanak itu melihat Akif dengan mata bulatnya. Akif turut melakukan perkara sama. Dia seakan melihat dirinya sewaktu kecil dahulu. Memang copy-paste sebijik.
“Aryan nak mama. Mana mama?” Kanak-kanak itu menjawab dengan suara yang pelat dan serak.
“Owh, sayang cari mama ea. Jangan nangis yea. Nanti mama datang ambik Aryan,” Akif terus melayan kanak-kanak tersebut.
“Tu mama. Mama datang,” Aryan berkata sambil menunjuk ke satu arah. Akif pantas berpaling ke arah yang ditunjuk. Kelihatan seorang wanita bertudung biru lembut berjalan ke arahnya. Dia memerhati wanita itu dengan penuh minat.
Aimy yang melihat Aryan yang sedang didukung oleh seorang lelaki pantas melangkah ke sana. Sudah beberapa detik dirinya mencari anaknya yang hilang. Air matanya sedari tadi belum berhenti mengalir. Sebaik tiba di hadapan jejaka itu, pantas dia mengambil Aryan ke dukungannya. Anaknya itu dicium bertalu-talu. Akif pula telah membuntangkan mata. Dia kenal wanita itu walaupun wanita itu kini memakai tudung.
“Aimy. Aimy Nisrina kan. Ya Allah ni betul-betul awakkan?” Kata-kata dari jejaka yang menyelamatkan anaknya membuatkan Aimy pantas berpaling. Dia terkedu. Wajah itu. Pantas dirinya teringat kata-kata yang dilontarkan Alyaa semalam. Kini dia benar-benar menghadapi situasi itu. Jejaka di depan matanya itu telah mengalirkan air mata. Doanya siang malam telah dimakbulkan. Dia pantas melutut di depan wanita itu. Aimy pula terkedu dengan reaksi lelaki itu.
“Aimy. Ampunkan saya. Tolonglah ampunkan saya. Saya tahu besar dosa pada awak dan ianya tidak terampunkan. Saya mohon maafkan saya. Dah bertahun-tahun saya cari awak. Dah lama saya tunggu detik ini. Tolonglah maafkan segala khilaf saya dahulu,” Akif bersuara sebak sambil terus melutut di depan wanita itu. Pandangan mata orang yang lalu lalang langsung tidak dihiraukan. Aimy terkejut melihat perlakuan Akif. Terkedu dirinya melihat air mata yang mengalir dari jejaka itu. Pantas dia berpaling. Dia mahu pergi dari situ. Akif yang melihat Aimy melangkah pantas bangun untuk mengikut gadis itu.
Alyaa sekadar mendiamkan diri apabila melihat Aimy berjalan ke arahnya. Dia nampak segala yang berlaku. Terkejut juga dirinya melihat air mata yang mengalir dari jejaka yang begitu asing dari pandangan matanya.
“Kenapa ni Aimy. Siapa lelaki tu?” Alyaa pantas bersuara sebaik Aimy sampai di depannya. Dilihat jejaka itu masih berjalan ke tempat Aimy dan dirinya berada. Pantas Aimy menarik tangannya dengan Aryan yang masih didukungannya.
“Jom balik. Kau lambat aku tinggal,” Aimy bersuara lantas terus berlari-lari anak ke kawasan keretanya terparkir. Alyaa yang terpinga-pinga sekadar mengikut rentak sahabatnya.
“Aimy tunggu dulu. Banyak lagi yang saya nak cakap dengan awak. Tolong dengar dulu. Aimy,” Jejaka itu masih berusaha menarik perhatian Aimy.
“Aimy, lelaki tu panggil kau tu. Dia masih kejar kita,” Alyaa bersuara sebaik melihat kelibat lelaki itu yang sedang berusaha melintas jalan. Mereka kini telah berada di dalam kereta.
“Kau jangan tanya apa-apa. Senyap je,” Aimy bersuara sedikit marah. Selepas itu, dirinya terganggu dengan bunyi suara riuh rendah.
“Ya Allah, dia accident Aimy. Apa yang kau dah buat,” Kata-kata Alyaa ternyata mengejutkan Aimy. Pantas matanya melihat ke tengah jalan. Jelas kelihatan kelibat Akif yang terbaring. Aimy terkedu. Pantas dirinya keluar dari kereta dan melangkah ke tempat itu. Akif yang melihat kehadiran Aimy bersyukur. Kesakitan pada dirinya langsung tidak dirasai.
“Aimy ampunkan saya. Tolonglah. Maafkan segala kesalahan saya. Izinkan saya bertanggungjawab atas segala yang saya dah buat dulu. Tolong. Saya merayu,” Akif bersuara terketar-ketar. Aimy yang melihat keadaan Akif ketika itu berasa sebak. Air jernih pantas menuruni mukanya. Dia tersentuh dengan kata-kata maaf lelaki itu.
“Sa..sss… saya maafkan awak,” Aimy berkata tergagap-gagap. Kata-kata dari Aimy membuatkan Akif tersenyum lebar. Perlahan-lahan matanya tertutup selepas itu. Dirinya telah pengsan.
______________________
AIMY NISRINA hanya melihat tubuh lelaki yang masih terbaring di atas katil. Tengku Akif Amsyar. Baru kini dia mengetahui nama lelaki itu. Aryan kini berada di bawah jagaan Alyaa. Aimy sendiri tidak tahu mengapa dia masih berada bersama lelaki itu. Aimy mengambil keputusan untuk pulang. Dia tidak mahu bertembung dengan keluarga lelaki itu. Namun belum sempat dia bangun, gerakan tangan Akif menyedarkannya. Dia tidak jadi melangkah pergi. Akif perlahan-lahan membuka matanya. Sebaik melihat gerangan insan di depan matanya, air matanya kembali mengalir. Dia tidak menyangka wanita itu masih sudi menunggunya.
‘Sungguh mulia hatimu Aimy. Maafkan aku,’ Hatinya berbisik perlahan sambil matanya terus merenung gadis itu.
“Terima kasih sebab masih sudi tunggu saya. Terima kasih jugak selamatkan saya,” Akif bersuara perlahan.
“Memang dah jadi tanggungjawab saya selamatkan awak. Jadi dah tiba masanya saya balik. Awak pun dah sedar. Saya pergi dulu,” Aimy pantas bengun. Namum belum sempat dia melangkah, jejaka itu terlebih dahulu memegang tangannya.
“Nanti dulu. Banyak lagi saya nak cakap dengan awak. Saya merayu jangan pergi dulu,” Kata-kata Akif menghentikan langkah Aimy. Dia mengeluh perlahan sebelum duduk semula. Akif ternyata gembira dengan keputusan Aimy.
“Awak nak cakap apa. Saya kena balik. Anak saya dah tunggu saya,” Aimy berkata pantas.
“Awak dah betul-betul maafkan saya,” Akif menyoal buat sekian kalinya.
“Yea. Saya dah maafkan awak. Anggaplah semua tu dulu tak pernah terjadi. Kalau saya masih marahkan awak dah tak guna. Tetap tak dapat ubah semua yang dah berlaku,” Aimy bersuara sedikit beremosi. Air matanya yang ingin menitis ditahan. Dia tidak mahu kelihatan lemah.
“Terima kasih. Tapi saya mohon beri saya peluang untuk bertanggungjawab atas apa yang berlaku dulu. Tolong beri saya peluang. Kahwin dengan saya,” Akif bersuara ikhlas. Aimy pula membuntangkan matanya mendengar kata-kata Akif. Pantas mata Akif direnung tajam.
“Berikan saya sebab untuk apa saya kena kahwin dengan awak. Saya rasa tak perlu,” Aimy berkata tegas sambil terus merenung mata jejaka itu.
“Saya dah rampas maruah awak dulu. Biarlah saya bertanggungjawab. Kalau awak tak nak pun fikirkan tentang Aryan. Dia anak sayakan,” Aimy ternyata terkejut mendengar kata Akif.
“Macam mana awak yakin sangat Aryan anak awak. Saya tak cakap pun,” Aimy bersuara terketar-ketar.
“Memang tak ada orang cakap. Naluri saya kuat mengatakan dia anak saya. Saya tengok muka dia pun saya dah tau. Awak sendiri fahamkan kata-kata saya. Jadi tolong pertimbangkan permintaan saya,” Akif menerangkan panjang lebar. Aimy pula menggelengkan kepalanya.
“Tak saya tak setuju. Dia anak saya sorang. Awak takde hak nak mengaku dia anak awak. Saya rasa cukup setakat ni je. Saya mintak diri dulu,” Aimy pantas bangun namun Akif lebih tangkas. Sekali lagi tangan wanita itu diraihnya.
“Tolong lepaskan tangan saya En.Akif Amsyar,”.
“Tak. Saya harap awak fikirkan kata-kata saya. Saya benar-benar ikhlas. Saya dah lama cari awak. Saya ikhlas nak kahwin dengan awak. Kita boleh besarkan Aryan bersama-sama. Saya jugak ada hak. Tolonglah. Terima saya jadi suami awak. Izinkan saya menebus segala dosa saya. Seumur hidup saya menyesal dengan perbuatan saya. Saya mohon sangat-sangat,” Akif bersuara sebak. Aimy pula telah mengalirkan air mata. Kata-kata ikhlas Akif menyentuh hati wanitanya. Pantas tangannya direntap dan dia terus berlari keluar dari wad itu. Dia benar-benar telah buntu.
Akif hanya melihat tingkah Aimy. Perlahan-lahan telefonnya di sisi katil dicapai. Nombor seseorang ditekan. Sebaik panggilan diangkat dia pantas bersuara.
“Abang, saya dah jumpa dia. Nanti saya maklumkan semula pada abang,” Akif pantas memutuskan talian sabaik kata-kata itu dilafazkan.
‘Saya akan tetap cari awak walaupun awak lari beribu batu pun dari saya. Saya takkan lepaskan awak. Saya janji selagi saya bernafas, saya akan bahagiakan awak dan anak kita Aryan,’ Akif berbisik perlahan pada dirinya. Dia benar-benar maksudkan apa yang dikatakan.
______________________
TELAH seminggu peristiwa itu berlalu. Namun sehingga kini Aimy tidak dapat melupakan perkara tersebut. Masih berlegar-legar difikirannya wajah mengharap Akif Amsyar. Dia sendiri buntu untuk membuat keputusan. Matanya beralih pada Aryan yang sedang bermain mainan keretanya. Dia bimbang dengan nasib anaknya jika sesuatu menimpa dirinya. Adakah dia patut menerima lamaran Akif. Aimy gelisah. Kepalanya berdenyut kembali. Berkerut dirinya menahan sakit. Dia tahu waktunya kian suntuk.
“Kau ok tak ni? Pucat sangat muka kau ni. Kau sakit ke. Sejak dua menjak ni muka kau pucat sangat. Kau buat aku bimbanglah. Apa kata aku hantar kau pergi klinik buat check up. Aku takut nanti semakin serius je,” Lamunan Aimy terganggu dengan suara bimbang Alyaa. Dia pantas tersenyum ke arah sahabatnya. Mana mungkin dia menceritakan mengenai dirinya.
“Aku takde apa-apalah. Pening sikit-sikit je ni. Kau tak payah bimbang,” Aimy bersuara pantas.
“Betul ni? Kalau kau sakit cakap kat aku. Jangan senyap pulak,” Alyaa telah dalam mood membebel pula.
“Yelah mak cik. Kau ni suka sangat membebel. Sesuai sangat dengan along aku,” Aimy berkata selamba. Sejurus itu dia terdiam. Pantas ingatannya kembali pada Syaheem, abang kandungnya. Turut tidak ketinggalan wajah ibu bapa tercinta. Rasa rindu membuak-buat didadanya.
“Lya, aku ada permintaan nak buat dengan kau ni,” Aimy bersuara perlahan. Alyaa pantas melihat sahabatnya yang sedikit pelik itu.
“Apa dia? InsyaAllah kalau aku mampu aku tolong,” Alyaa menjawab.
“Kalau apa-apa jadi kat aku, kau janji yea jaga Aryan baik-baik. Tolong sayang dia macam anak kau sendiri. Aku mohon. Tolong sampaikan salam aku pada ibu, ayah dengan along aku. Cakap dekat mereka aku mintak maaf banyak-banyak. Tak lupa jugak dekat Akif, ayah Aryan. Aku takut tak sempat je. Aku jugak nak terima kasih banyak-banyak dekat kau sebab susah senang aku kau sentiasa bersama aku. Aku sayang kau sangat-sangat ,” Aimy bersuara sebak. Alyaa yang mendengar kata-kata itu telah mengalirkan air mata. Pantas Aimy diraih ke pelukannya.
“Aku tak suka kau cakap macam ni. Kau ni kenapa Aimy. Macam nak tinggalkan aku je,” Alyaa berkata sedih. Kata-kata Aimy mengganggu dirinya. Aimy pantas tersenyum menutup kegundahan hati. Dia tidak mahu Alyaa mengesan apa-apa pada dirinya.
“Aku tak apa-apalah. Saja je. Kau tak payahlah emo sangat. Tak comel tau tengok kau ni. Eh, ada orang beri salam tu. Cuba kau pergi tengok. Aku tak larat pulak nak bangun,” Aimy cuba menceriakan suasana semula. Alyaa pantas melangkah ke arah pintu sebaik mendengar salam yang bertalu-talu. Sebaik Alyaa melangkah, dahi Aimy kembali berkerut. Rasa sakit di kepalanya semakin menyerang. Pantas dia melangkah ke biliknya untuk mengambil ubat tahan sakit.
Alyaa melangkah keluar untuk melihat tetamu yang datang. Dia terkejut melihat insan yang hadir. Akif Amsyar, ayah Aryan. Dia kenal jejaka itu. Aimy telah menceritakan segalanya pada dirinya.
“Assalamualaikum Lya,” Alyaa sekali lagi terkejut mendengar suara yang memberi salam. Terus dia berpaling ke belakang Akif. Syaheem!!! Syaheem tersenyum manis melihat ke arah Alyaa yang jelas terkejut melihat kehadirannya. Alyaa sudah terpinga-pinga. Salam Syaheem dijawab perlahan. Kehadiran Akif, Syaheem, ibu bapa Aimy dan juga dua pasangan suami isteri yang langsung tidak dikenalinya benar-benar mengejutkan. Dia buntu untuk melakukan langkah seterusnya namun kehadiran Aryan yang berlari sambil menangis lebih menarik hatinya.
“Bu Lya. Mama…mmm..mama jatuh. Tolong mama,” Aryan bersuara diselangi tangisan. Kata-kata dari Aryan ternyata mengejutkan semua orang. Akif terlebih dahulu melangkah masuk diikuti yang lain. Akif terperanjat melihat tubuh Aimy yang terbujur kaku di depan sofa. Mukanya jelas kelihatan pucat tanpa darah.
“Ya Allah, anak aku,” Serentak En.Bakri dan Pn.Aisyah bersuara. Mereka terus mendapatkan Aimy.
“Semua sabar dulu. Kita hantar Aimy pergi hospital cepat.InsyaAllah dia tak apa-apa,” Syaheem bersuara menenangkan keadaan.
“Ya, kita perlu bawak Aimy ke hospital dulu. En.Bakri dengan Pn.Aisyah sabar ye,” Tengku Mastura pula bersuara. Akif tidak berdiam diri lagi. Pantas tubuh Aimy diangkatnya. Syaheem pula telah melangkah ke kereta. Alyaa juga pantas bertindak. Aryan didukungnya. Entah mengapa kata-kata Aimy terngiang-ngiang di telinga. ‘Apa maksud Aimy?’.
_____________________
AKIF gelisah di depan unit rawatan rapi Hospital SS. Telah lama Aimy berada di sana namun sehingga kini tiada khabar berita. Berulang-alik dirinya ketika itu. Pn.Aisyah dan En.Bakri juga gelisah menantikan keadaan anak mereka. Syaheem pula kelihatan lebih tenang sambil mendukung Aryan. Alyaa sekadar mendiamkan diri disebelah Syaheem. Dia masih memikirkan kata-kata akhir Aimy pada dirinya. Tengku Ismail Dan Tengku Mastura pula cuba menenangkan ibu bapa Aimy. Mereka turut bimbang dengan keadaan Aimy.
“Kif. Duduk dulu. Bertenang,” Syaheem bersuara. Sakit kepalanya melihat gelagat Akif yang jelas ketara bimbang. Dia juga bimbang dengan keaadaan adiknya namun dia hanya pura-pura bertenang. Jika dia juga gelisah, memang kacau keadaan nanti. Akif pula terus melabuhkan punggung di sebelah Syaheem. Mukanya diraut berkali-kali.
“Aryan nak mama,” Suara manja Aryan menyedarkan Akif. Pantas dia mengambil anaknya dari pangkuan Syaheem.
“Sabar ya sayang. Nanti mama jumpa dengan Aryan. Papa ada kat sini. Papa akan jaga Aryan. Papa sayang Aryan. Maafkan papa sayang. Banyak dosa papa pada mama,” Akif bersuara. Sebaik itu air matanya mengalir. Pertama kali membahasakan dirinya papa kepada anaknya itu. Pipi Aryan dikucup bertalu-talu. Perlakuannya itu ternyata mengharukan mata yang memandang. Sejurus itu, pintu bilik unit rawatan rapi dibuka. Sebaik melihat doktor melangkah keluar, mereka terus mendapatkan doktor itu.
“Anak saya macam mana doktor?” Pn.Aisyah pantas menyoal.
“Aimy baik-baik sajakan. Tak serius kan?” Akif pula menyoal. Doktor yang memakai nametag Khairul itu menarik nafas sebelum menjawab. Dirinya agak serba salah.
“Saya harap semua bertenang dulu. Keadaan Aimy agak kritikal sekarang ni. Dia ada darah beku dikepala. Kesan dari hentakan yang berlaku pada kepalanya beberapa tahun yang lalu. Aimy pun dah lama tau perkara ini tapi dia mintak saya rahsiakan. Sepatutnya dia melakukan pembedahan secepat mungkin tapi mungkin masalah kewangan dihapinya. Sekarang ni keadaan dia dah parah. Peluang nak hidup kalau operate cuma 50-50 je,” Penerangan panjang lebar itu mengundang kejutan mereka yang mendengar. Syaheem, Tengku Ismail suami isteri telah beristighfar panjang. Alyaa pula semakin lebat air mata yang mengalir. Baru dia mengerti kata-kata sahabatnya itu. Pn.Aisyah pula telah menggelengkan kepalanya. Akif sekadar berdiam diri.
“Semua ni salah abang!!! Abang yang tolak Aimy dulu. Kalau tak semua takkan jadi macam ni. Abang dah bunuh anak kita. Puas hati abang sekarang,” Pn.Aisyah bersuara kerasukan. Badan suaminya dipukul bertalu-talu. En.Bakri sekadar mendiamkan diri. Air matanya juga telah mengalir. Dia tahu dirinya bersalah.
“Ibu, sabar. Istighfar. Ingat Allah bu,” Syaheem berusaha menenangkan ibunya.
“Betul kata ibu kamu Syah. Semuanya silap ayah. Ayah dah bunuh adik kamu sendiri,” En.Bakri berkata sebak. Mukanya diraut berkali-kali.Air mata sesalan membuak-buak keluar. Pn.Aisyah pula telah terduduk.
“Semua ni berpunca dari Kif. Kif yang salah. Kalau tak kerana dendam Kif dulu, Aimy takkan jadi macam ni,” Akif pula menyalahi dirinya.
“Semua bertenang. Jangan macam ni. Aimy tentu tak suka kalau dia tahu.Tolonglah bersabar,” Alyaa pula bersuara. Mereka diganggu dengan kedatangan jururawat yang bertugas.
“Ermm, Cik Aimy nak jumpa dengan semua. Keadaan cik Aimy agak nazak sekarang,” Semua yang mendengar sekali lagi terkejut. Pantas mereka melangkah masuk ke dalam wad yang menempatkan Aimy. Aimy yang melihat ahli keluarganya datang telah menitiskan air mata. Dia bersyukur kerana masih berpeluang berjumpa dengan mereka. Sedaya upaya dirinya cuba mengukir senyuman.
“Ibu ayah. Aimy rindu sangat-sangat dengan ibu dan ayah. Ampunkan segala dosa Aimy ye. Halalkan segala makan minum Aimy selama ni,” Aimy bersuara sebak. En.Bakri dan Pn.Aisyah memeluk anak mereka itu.
“Aimy tak salah nak. Ayah yang salah. Maafkan ayah. Maafkan ayah Aimy,” Kata-kata En.Bakri disambut gelengan oleh Aimy.
“Shh.. Ayah tak salah. Semua ni dah memang takdir Aimy. Aimy redha. Along, tolong jaga ibu dengan ayah tuk Aimy ye,” Aimy pula bersuara sambil memandang Syaheem. Syaheem hanya menganggukkan kepalanya. Terasa begitu sebak untuk bersuara.
“Lya, kau ingatkan apa yang aku pesan tadi?” Aimy mengalihkan pandangan pada sahabat karibnya yang tiada galang gantinya itu.
“Aku janji Aimy. Aku janji,” Alyaa menjawab teresak-esak. Aimy mengukir senyuman manis pada semua disekitarnya.
“Akif, janji dengan saya ye. Tolong jaga Aryan baik-baik. Tolong sayangkan Aryan sepenuh hati awak. Maafkan saya kerana tak dapat penuhi permintaan awak. Saya tak mampu,” Aimy meminta pada Akif sambil memandang tepat pada mata itu. Akif mengangguk-ngangguk. Air matanya usah dikira berapa banyak telah mengalir. Aryan didukungan Akif juga telah menangis memanggil-manggil mamanya. Seakan tau dirinya akan ditinggalkan.
“Shh. Anak mama jangan nangis. Aryankan dah janji dengan mama tak nak nangis. Aryan kena kuat. Kena jadi anak yang soleh. Ni papa Aryan sayang. Mamakan dah janji nak bawak Aryan jumpa papa. Aryan tak boleh nangis lagi tau. Mama sayang Aryan,” Aimy terus memeluk dan mencium anaknya sebaik berkata-kata. Selepas itu, dadanya berombak deras. Terketar-ketar dirinya menahan kesakitan. Semua bertambah cermas. Perlahan-lahan mata Aimy tertutup. Segalanya padam.
Andai bisa ku mengulang
Waktu hilang dan terbuang
Andai bisa ku kembali
Hapus semua pedih
Andai mungkin aku bisa
Kembali tulus segalanya
Tapi hidup takkan bisa
Meski derai air mata
AIR mata yang mengalir di pipi Akif pantas dikesat perlahan. Penyesalan sudah tiada guna lagi.
____________________
SAYU suara Akif membaca kitab suci itu. Surah Yasin di baca perlahan. Sebaik selesai dia terus menutup kitab suci itu. Tangannya mencapai jag berisi air dan dia terus menyiram ke kuburan dihadapannya. Perbuatan itu diteruskan oleh Aryan Fikri yang kini berusia 6 tahun. Setelah selesai dia terus meminpin tangan anaknya ke kereta yang diparkir di luar kawasan perkuburan. Dia sempat mendoakan sejahteraan pada si mati sebelum melangkah keluar.
“Sayang okay tak ni?” Akif menyoal bimbang pada isterinya yang menunggu di dalam kereta. Wajah isterinya agak pucat ketika itu. Pembawakan budak. Kandungan isterinya itu baru berusia 3 bulan.
“Aimy okay. Abang tak payah risau,” Aimy menjawab tenang pertanyaan suaminya. Sekilas matanya memandang ke kawasan perkuburan. Rasa sayu menyapa hatinya. Telah 1 tahun lebih ayahnya menghembuskan nafas terakhir akibat sakit jantung. Dirinya juga ingin sama-sama menghadiahkan bacaan Yasin di kuburan ayahnya namun pening yang tiba-tiba datang membantutkan hasratnya.
“Kenapa sedih ni? Rindukan ayah ye?,” Akif masih menyoal. Arif benar dengan riak wajah isterinya. Aimy Nisrina telah dinikahinya 2 tahun yang lalu. Siapa sangka pembedahan untuk membuang darah beku itu berjaya dilakukan. Dia benar-benar bersyukur. Aimy hanya pengsan ketika itu. Mereka semua telah menyangka Aimy telah pergi. Hanya saspen semata-mata. Dia juga amat mencintai isterinya. Pernikahan yang pada awalnya atas dasar tanggungjawab berakhir dengan rasa cinta membuak-buak pada isterinya.
“Hmm, tiba-tiba Aimy rindukan arwah ayah. Kitakan tak sempat jumpa ayah masa ayah hembuskan nafas terakhir. Aimy masih terkilan sikit,” Aimy menyuarakan rasa hati pada suami tercinta. Air matanya mengalir. Sememangnya ketika itu mereka sedang menunaikan umrah bersama.
“Shh. Tak baik macam ni sayang. Sekarang ni kita kena berdoa agar arwah ayah tenang di sana,” Akif memujuk sambil memeluk isterinya. Pantas air mata isterinya diseka.
“Ehem-ehem. Mama dengan papa tak habis lagi ke? Tadikan dah janji nak bawak Aryan pergi makan KFC. Bila nak pergi ni?” Aryan yang sedari tadi memerhati pantas bersuara. Bosan dia menunggu. Sudahlah mama dan papanya beromantika di depan mata. Sabar je. Dia masih bawah umur tau!!
“Eh,, ada budak tu dah merajuk la. Ololo.. Siannya anak papa. Okaylah kita bertolak sekarang. Nanti ada budak tu muka dia tukar jadi asam kecut pulak, haha” Akif mengusik anaknya. Aimy di sebelah telah ketawa. Kelakar melihat wajah cemberut anaknya. Kereta meluncur perlahan di jalan raya.
“Papa jahat. Tak nak kawan papa,” Aryan bersuara merajuk. Pantas tangannya mencubit papanya. Terjerit kecil Akif dengan gelagat anaknya. Aimy pula masih terusan ketawa. Dia benar-benar bahagia kini dengan kehidupannya. Dikurniakan suami penyayang dan anak yang mendengar kata merupakan satu anugerah buatnya. Walaupun mengambil masa yang lama untuk merasai semua ini, kini dia benar-benar bersyukur. Tamat….
*selamat membaca yea J.